BERITA OKI.COM LUBUK LINGAU– Seratus hari masa kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Lubuk Linggau, H. Rachmat Hidayat M.I.Kom dan H. Rustam Effendi, diwarnai kritik tajam dari kalangan mahasiswa. Sekitar 150 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan organisasi kemahasiswaan menggelar aksi damai di halaman Kantor Wali Kota Lubuk Linggau, Kelurahan Watas Lubuk Durian, Senin (26/5).
Dalam aksi yang berlangsung selama lebih dari dua jam itu, mahasiswa menyuarakan sejumlah tuntutan terkait program prioritas pemerintahan baru yang mereka nilai belum menyentuh kebutuhan riil masyarakat.
Mahasiswa bergantian berorasi menyampaikan aspirasi dan kritik, antara lain Teguh Ramadhan, Alan dari GMNI, Arka dan Andres dari PMII, serta perwakilan organisasi lain seperti KAHMI, Satma, dan mahasiswa dari berbagai kampus termasuk Unpari, STAIS, hingga Al-Azhar. Massa membawa tiga tuntutan utama disertai 10 poin tambahan.
Tiga Tuntutan Pokok:
Realisasi Janji Politik “Linggau Juara”, termasuk di dalamnya penganggaran dan pembayaran honor RT, pengelolaan sampah, penyelesaian tunggakan BPJS, pengadaan seragam sekolah gratis, serta evaluasi program-program seremonial yang dianggap tidak efektif.
Penghentian Total Angkutan Batu Bara yang melintasi pusat kota.
Penutupan Seluruh Tempat Hiburan Malam Ilegal dan penanganan praktik prostitusi terselubung di wilayah kota.
Salah satu orator menyampaikan dengan lantang, “Kami datang bukan untuk anarki, tapi untuk menagih janji. Kami ingin pemerintahan ini berpihak kepada rakyat, bukan pada elite dan pelaku usaha semata.”
Aksi sempat memanas saat mahasiswa meminta langsung berdialog dengan Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Namun hingga lebih dari dua jam berlangsung, keduanya belum hadir di lokasi. Sejumlah pejabat pemkot yang mencoba menemui massa ditolak. Mahasiswa menegaskan hanya akan berdialog dengan kepala daerah secara langsung.
Situasi sempat tegang saat terjadi aksi saling dorong antara massa dan aparat Satuan Polisi Pamong Praja. Namun, situasi berhasil diredam setelah pihak kepolisian turun tangan menjaga ketertiban.
Usai mendapat informasi bahwa Wali Kota dan Wakil Wali Kota tengah dalam perjalanan, massa memilih bertahan. Sesaat setelah Rachmat Hidayat dan Rustam Effendi tiba di lokasi, sorakan keras menggema dari mahasiswa, meneriakkan “Kak Yopi Ingkar Janji!”.
Dalam suasana yang mulai terkendali, dialog terbuka akhirnya digelar di teras Kantor Wali Kota. Rachmat Hidayat, yang akrab disapa Yopi, duduk berdiskusi bersama mahasiswa dari berbagai organisasi. Ia menyatakan keterbukaannya terhadap kritik dan menyambut baik aspirasi yang disampaikan.
Kepada awak media, Rachmat menyampaikan bahwa beberapa tuntutan mahasiswa sedang dalam tahap pembahasan lintas sektoral. Khusus terkait desakan penghentian angkutan batu bara, ia mengatakan akan segera menggelar rapat koordinasi bersama pihak kepolisian, TNI, dan Dinas Perhubungan.
“Untuk truk angkutan batu bara, kita sedang bahas skema pembatasan waktu melintas. Rencananya, truk hanya boleh melintasi wilayah kota pada pukul 22.00 hingga 05.00 pagi. Ini demi kenyamanan warga, tapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi,” ujar Yopi.
Ia menambahkan, pemerintah juga tengah menjajaki penyediaan rest area atau lahan parkir khusus di luar jam operasional agar tidak mengganggu lalu lintas kota.
Meski aksi telah usai dan dialog berlangsung kondusif, mahasiswa menyatakan akan terus mengawal realisasi janji-janji kepala daerah. Mereka menegaskan aksi ini bukan akhir, melainkan awal dari gerakan kontrol sosial yang lebih terorganisir.
“Kami akan datang lagi jika tidak ada perubahan nyata. Kami mahasiswa, bukan musuh pemerintah, tapi mitra kritis yang tidak bisa dibungkam,” ujar salah satu peserta aksi dari PMII.
Aksi mahasiswa ini menjadi penanda bahwa era baru pemerintahan di Lubuk Linggau tidak bisa hanya berhenti pada janji dan slogan. Warga, terutama generasi muda, menuntut komitmen yang nyata, bukan sekadar retorika.